Senin, 21 Maret 2011

Pengaruh Faktor Salinitas Di Laut Pada Tingkah Laku Dan Kelimpahan Ikan.
1.       Suhu air laut
Ikan adalah hewan berdarah dingin, yang suhu tubuhnya selalu menyesuaikan dengan suhu sekitarnya. Selanjutnya dikatakan pula bahwa ikan mempunyai kemampuan untuk mengenali dan memilih range suhu tertentu yang memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas secara maksimum dan pada akhirnya mempengaruhi kelimpahan dan distribusinya. Pengaruh suhu terhadap ikan adalah dalam proses vertikall, seperti pertumbuhan dan pengambilan makanan, aktivitas tubuh, seperti kecepatan renang, serta dalam rangsangan syaraf. Pengaruh suhu air pada tingkah laku ikan paling jelas terlihat selama pemijahan. Suhu air laut dapat mempercepat atau memperlambat mulainya pemijahan pada beberapa jenis ikan. Suhu air dan arus selama dan setelah pemijahan adalah faktor-faktor yang paling penting yang menentukan “kekuatan keturunan” dan daya tahan larva pada spesies-spesies ikan yang paling penting secara komersil. Suhu ekstrim pada daerah pemijahan (spawning ground) selama musim pemijahan dapat memaksa ikan untuk memijah di daerah lain daripada di daerah tersebut. Perubahan suhu jangka panjang dapat mempengaruhi perpindahan tempat pemijahan (spawning ground) dan fishing ground secara vertikal.
Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan hangat karena mendapat radiasi matahari pada siang hari. Karena pengaruh angin, maka di lapisan teratas sampai kedalaman kira-kira 50-70 m terjadi pengadukan, hingga di lapisan tersebut terdapat suhu hangat (sekitar 28°C) yang ertical. Oleh sebab itu lapisan teratas ini sering pula disebut lapisan vertikal. Karena adanya pengaruh arus dan pasang surut, lapisan ini bisa menjadi lebih tebal lagi. Di perairan dangkal lapisan vertikal ini sampai ke dasar. Lapisan permukaan laut yang hangat terpisah dari lapisan dalam yang dingin oleh lapisan tipis dengan perubahan suhu yang cepat yang disebut termoklin atau lapisan diskontinuitas suhu. Suhu pada lapisan permukaan adalah seragam karena percampuran oleh angin dan gelombang sehingga lapisan ini dikenal sebagai lapisan percampuran (mixed layer). Mixed layer mendukung kehidupan ikan-ikan pelagis, secara pasif mengapungkan plankton, telur ikan, dan larva, sementara lapisan air dingin di bawah termoklin mendukung kehidupan hewan-hewan bentik dan hewan laut dalam.
Pada saat terjadi penaikan massa air (upwelling), lapisan termoklin ini bergerak ke atas dan gradiennya menjadi tidak terlalu tajam sehingga massa air yang kaya zat hara dari lapisan dalam naik ke lapisan atas.jangka pendek dari kedalaman termoklin dipengaruhi oleh pergerakan permukaan, pasang surut, dan arus. Di bawah lapisan termoklin suhu menurun secara perlahan-lahan dengan bertambahnya kedalaman.
Kedalaman termoklin di dalam lautan Hindia mencapai 120 meter. Menuju ke selatan di daerah arus equatorial selatan, kedalaman termoklin mencapai 140 meter.
2.      Pengaruh Arus
Ikan bereaksi secara langsung terhadap perubahan lingkungan yang dipengaruhi oleh arus dengan mengarahkan dirinya secara langsung pada arus. Arus tampak jelas dalam organmechanoreceptor yang terletak garis mendatar pada tubuh ikan. Mechanoreceptoradalah reseptor yang ada pada vertikal yang mampu memberikan informasi perubahan mekanis dalam lingkungan seperti gerakan, tegangan atau tekanan. Biasanya gerakan ikan selalu mengarah menuju arus. Fishing ground yang paling baik biasanya terletak pada daerah batas antara dua arus atau di daerah upwelling dan divergensi. Batas arus (konvergensi dan divergensi) dan kondisi oseanografi dinamis yang lain (seperti eddies), berfungsi tidak hanya sebagai perbatasan distribusi lingkungan bagi ikan, tetapi juga menyebabkan pengumpulan ikan pada kondisi ini. Pengumpulan ikan-ikan yang penting secara komersil biasanya berada pada tengah-tengah aruseddies. Akumulasi plankton, telur ikan juga berada di tengah-tengah antisiklon eddies. Pengumpulan ini bisa berkaitan dengan pengumpulan ikan dewasa dalam arus eddi (melalui rantai makanan).
3.      Pengaruh Cahaya
Ikan bersifat fototaktik baik secara positif maupun vertikal. Banyak ikan yang tertarik pada cahaya buatan pada malam hari, satu fakta yang digunakan dalam penangkapan ikan. Pengaruh cahaya buatan pada ikan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan lain dan pada beberapa spesies bervariasi terhadap waktu dalam sehari. Secara umum, sebagian besar ikan pelagis naik ke permukaan sebelum matahari terbenam. Setelah matahari terbenam, ikan-ikan ini menyebar pada kolom air, dan tenggelam ke lapisan lebih dalam setelah matahari terbit. Ikan demersal biasanya menghabiskan waktu siang hari di dasar selanjutnya naik dan menyebar pada kolom air pada malam hari. Cahaya mempengaruhi ikan pada waktu memijah dan pada larva. Jumlah cahaya yang tersedia dapat mempengaruhi waktu kematangan ikan. Jumlah cahaya juga mempengaruhi daya hidup larva ikan secara tidak langsung, hal ini diduga berkaitan dengan jumlah produksi organik yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya. Cahaya juga mempengaruhi tingkah laku larva. Penangkapan beberapa larva ikan pelagis ditemukan lebih banyak pada malam hari dibandingkan pada siang hari.
4.      Upwelling
Upwelling adalah penaikan massa air laut dari suatu lapisan dalam ke lapisan permukaan. Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas tinggi, dan zat-zat hara yang vertikal permukaan. Proses upwelling ini dapat terjadi dalam tiga bentuk. Pertama, pada waktu arus dalam (deep current) bertemu dengan rintangan seperti mid-ocean ridge (suatu sistem ridge bagian tengah lautan) di mana arus tersebut dibelokkan ke atas dan selanjutnya air mengalir deras ke permukaan. Kedua, ketika dua massa air bergerak berdampingan, misalnya saat massa air yang di utara di bawah pengaruh gaya coriolis dan massa air di selatan ekuator bergerak ke selatan di bawah pengaruh gaya coriolis juga, keadaan tersebut akan menimbulkan “ruang kosong” pada lapisan di bawahnya. Kedalaman di mana massa air itu naik tergantung pada jumlah massa air permukaan yang bergerak ke sisi ruang kosong tersebut dengan kecepatan arusnya. Hal ini terjadi karena adanya divergensi pada perairan laut tersebut. Ketiga, upwellingdapat pula disebabkan oleh arus yang menjauhi pantai akibat tiupan angin darat yang terus-menerus selama beberapa waktu. Arus ini membawa massa air permukaan pantai ke laut lepas yang mengakibatkan ruang kosong di daerah pantai yang kemudian diisi dengan massa air di bawahnya.
Meningkatnya produksi perikanan di suatu perairan dapat disebabkan karena terjadinya proses air naik (upwelling). Karena gerakan air naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas yang tinggi dan tak kalah pentingnya zat-zat hara yang kaya seperti fosfat dan nitrat naik ke permukaan. Selain itu proses air naik tersebut disertai dengan produksi plankton yang tinggi. Di perairan Selat Makasar bagian selatan diketahui terjadi upwelling. Proses terjadinya upwellingtersebut disebabkan karena pertemuan arus dari Selat Makasar dan Laut Flores bergabung kuat menjadi satu dan mengalir kuat ke barat menuju Laut Jawa. Dengan kondisi demikian dimungkinkan massa air di permukaan di dekat pantai Ujung Pandang secara cepat terseret oleh aliran tersebut dan untuk menggantikannya massa air dari lapisan bawah naik ke atas. Proses air naik di Selat Makasar bagian selatan ini terjadi sekitar Juni sampai September dan berkaitan erat dengan sistem arus. Air laut di lapisan permukaan umumnya mempunyai suhu tinggi, salinitas, dan kandungan zat hara yang rendah. Sebaliknya pada lapisan yang lebih dalam air laut mempunyai suhu yang rendah, salinitas, dan kandungan zat hara yang lebih tinggi. Pada waktu terjadinya upwelling, akan terangkat massa air dari lapisan bawah dengan suhu rendah, salinitas, dan kandungan zat hara yang tinggi.  Keadaan ini mengakibatkan air laut di lapisan permukaan memiliki suhu rendah, salinitas, dan kandungan zat hara yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan massa air laut sebelum terjadinya proses upwelling ataupun massa air sekitarnya. Sebaran suhu, salinitas, dan zat hara secara vertical maupun horizontal sangat membantu dalam menduga kemungkinan terjadinya upwelling di suatu perairan. Pola-pola sebaran oseanografi tersebut digunakan untuk mengetahui jarak vertikal yang ditempuh oleh massa air yang terangkat. Sebaran suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter yang dapat dipergunakan untuk mengetahui terjadinya proses upwelling di suatu perairan. Dalam prosesupwelling ini terjadi penurunan suhu permukaan laut dan tingginya kandungan zat hara dibandingkan daerah sekitarnya. Tingginya kadar zat hara tersebut merangsang perkembangan fitoplankton di permukaan. Karena perkembangan fitoplankton sangat erat kaitannya dengan tingkat kesuburan perairan, maka proses air naik selalu dihubungkan dengan meningkatnya produktivitas primer di suatu perairan dan selalu diikuti dengan meningkatnya populasi ikan di perairan tersebut. Upwelling di perairan Indonesia dijumpai di Laut Banda, Laut Arafura, selatan Jawa hingga selatan Sumbawa, Selat Makasar, Selat Bali, dan diduga terjadi di Laut Maluku, Laut Halmahera, Barat Sumatra, serta di Laut Flores dan Teluk Bone. Upwelling berskala besar terjadi di selatan Jawa, sedangkan berskala kecil terjadi di Selat Bali dan Selat Makasar. Upwelling di perairan Indonesia bersifat musiman terjadi pada Musim Timur (Mei-September), hal ini menunjukan adanya hubungan yang erat antara upwelling dan musim.


Referensi
http://dhamadharma.wordpress.com/2010/02/11/salinitas-laut/

IDENTITAS

Muhammad Syafiq Gumilang
230210090007
Ilmu Kelautan - Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran